Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TANGISAN TERAKHIR - Cerpen

 

TANGISAN TERAKHIR - Malam ini Karim tidur dengan gelisah. Sudah dua jam tubuhnya menempel di kasur kapuk yang tipis itu, tapi matanya tak kunjung bisa terpejam. Pikirannya menepis rasa kantuk yang tadi sempat berkuasa. Sesekali dia menghembus napas panjang mengeluarkan sesak di dada.


Dia bangun perlahan, duduk di pinggir tempat tidur. Menatap wajah letih istrinya yang sudah terlelap sambil mendekap bayi mereka. Masih berumur 7 bulan tapi sudah harus ditinggal bersama mertua yang renta. Tidak tega tapi apa boleh buat. Keadaan memaksa agar dapur mereka tetap mengepul. Agar dua anaknya yang lain bisa sekolah.


Karim sudah sakit-sakitan, sudah 4 bulan dia hanya menjadi beban. Sedih melihat istrinya bangun dinihari. Urus suami, anak, dapur, dan bersih rumah. Lalu bekerja di sawah-sawah tetangga dan sorenya dapat upah. Beli beras dan kebutuhan seadanya. Malamnya menyetrika pakaian orang-orang kaya di sekitar rumahnya untuk biaya anak ke sekolah. Ah, kasihan.


Karim merasa bersalah, dia memikirkan sesuatu. Merenung, berusaha untuk tidur, duduk lagi. Begitu sampai ayam berkokok.


"Uda, bangunlah. Mari ku bantu ke sumur untuk berwuduk." suara istrinya memecah keheningan bilik kecil mereka.


Seperti biasa, istrinya cekatan melakukan semua sampai tuntas. Ketika matahari muncul menyapa pagi, sang istri telah melangkah ke medan juang. Karim telah bulatkan tekadnya.


Terseok dia melangkah keluar rumah, selagi tak siapapun tahu. Siang ini dia harus menjauh, harus pergi dengan penyakitnya yang tak mungkin sembuh. Selamat tinggal orang-orang tercinta. Sungai itu tujuannya.


Waduh! Ada beberapa orang di ujung sana yang bergegas ke arahnya.

"Pak Karim. Maafkan kami. Tak usah ke sana. Ayo kita pulang. Kita tunggu."
Tanpa butuh jawaban, orang-orang itu 

Menuntun Karim kembali ke rumah, di rumah itu mereka sibuk sekali. Entah apa,

suara orang banyak memasuki rumah. Ada bungkusan plastik besar dalam gendongan mereka.


"Karim, bila kamu tak kuat jangan lihat sisa tubuh istrimu. Kita kebumikan sebelum anakmu pulang sekolah agar tidak melihat keadaan ini. Dia diterkam Si belang waktu mencari kayu bakar untuk dijual."


Karim meraung dan terguling dari tempat duduknya. Lalu tenang tak lagi berdesah.


Oleh : Zuldefita Zoebir


Posting Komentar untuk "TANGISAN TERAKHIR - Cerpen"