Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Modul Moderasi Beragama (profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI

DAPODIK.co.id – Modul Moderasi Beragama (Profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI. Istilah Moderasi Beragama terdengar cukup baru. Tetapi dari sisi isi, moderasi beragama bukan ajaran baru bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sudah mempunyai modal sosial dan kultural yang kuat. Mereka akrab dengan semboyan-semboyan seperti Bhinneka Tunggal Ika, gotong royong, persatuan dan kesatuan, kerja bakti, tenggang rasa, keragaman, dan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Memperhatikan semboyan-semboyan itu, maka dapat ditarik kesimpulan sementara, Moderasi Beragama merangkum semua usaha yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keekstreman.

 

Modul Moderasi Beragama (Profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI

 

Download Modul Moderasi Beragama (profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan moderasi sebagai "pengurangan kekerasan atau penghindaran keeskstreman". Menurut kamus yang sama, kekerasan berarti "perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain" dan "paksaan". Sedangkan keekstreman dipahami sebagai "hal yang keterlaluan" dan "kefanatikan".

 

Bertolak dari definisi-definisi di atas, ditambah kesadaran akan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa, kurang lebih, melalui kata moderasi, Kementerian Agama Republik Indonesia mencita-citakan "masyarakat beragama di Indonesia yang dapat mempraktikkan agama mereka masing-masing dengan menggunakan cara-cara yang secara aktif dapat menghindari terjadinya cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, paksaan terhadap anggotanya sendiri dan orang lain, sikap-sikap yang keterlaluan, dan kefanatikan".

 

Agama-agama memiliki hal-hal substansial/mendasar yang bersifat tetap. Tetapi, mereka juga punya ungkapan dan perwujudan iman yang berubah secara dinamis sesuai zaman/ kontekstual. Jika para pemeluk agama memahami hal itu, maka mereka akan berhatihati dalam bersikap atau moderat. Moderat dalam KBBI adalah "berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah; memandang/ memahami secara pas" dan "mau mempertimbangkan pandangan pihak lain". Jika manusia Indonesia dapat menguasai sikap moderat ini, pasti Indonesia akan menjadi negara yang dewasa, kuat, dan maju, seperti visi 2045.

 

Dalam bahasa Latin, "moderat" berarti "sedang". Makna "sedang" yang dipakai di sini berarti "tidak lebih dan tidak kurang", kata lain yang mungkin berpadanan dengan itu adalah "pas" atau "proporsional". Dalam bahasa Inggris, kata "moderation" memuat arti "sikap sederhana", "sifat sedang", dan "sikap tidak berlebih-lebihan". Dapat pula ditambahkan makna lain seperti, "rata-rata" dan "tidak berpihak". Dengan demikian, moderasi dapat dipahami sebagai "penguasaan/ pengendalian diri sehingga dapat menyeimbangkan iman dan tindakan.

 

Bahasa Arab memiliki kata "wasath", "wasathiyah" (pilihan terbaik), "wasith" (orang yang melakukan wasathiyah/pilihan terbaik). Ketiga kata itu punya makna yang mirip dengan kata "tawassuth" (tengah-tengah), "tawazun" (berimbang). Bahasa Indonesia menyerap kosakata itu. Maka, kita mengenal kata "wasit" yang punya arti penengah, perantara, penentu, pemimpin, pemisah, pelerai, pendamai, segala yang baik sesuai dengan obyeknya. Dengan pengayaan dari istilah Arab ini, moderasi dapat dipahami sebagai "memilih yang terbaik, menengahi, menjembatani, memisahkan diri dari yang ekstrem". Maka, moderasi beragama adalah sikap beragama yang menyeimbangkan antara mempraktikkan ajaran agamanya sendiri (eksklusif) dan menghormati praktik ajaran agama yang berbeda dari miliknya (inklusif).

 

Agama Islam memperkenalkan istilah "wasathiyah" yang dapat dipahami sebagai menjadi jembatan (berada di tengah-tengah) untuk mencapai pilihan-pilihan yang terbaik dan berkeadilan. Maka, jika orang Islam melakukan "wasathiyah", mereka didorong untuk bersikap seperti wasit yang bertanggung jawab memimpin jalannya pertandingan/permainan agar berlangsung sesuai peraturan hingga selesai. "Wasathiyah" memuat makna bahwa yang baik ada di antara dua kutub ekstrem. Alhasil, seseorang yang bersikap tidak ekstrem, pada dasarnya ia sedang mempraktikkan "wasathiyah". Orang-orang semacam ini disebut pribadi-pribadi yang adil (just people). Merekalah yang dapat berkontribusi besar pada terciptanya masyarakat yang adil (just society). Dalam Islam, orang-orang yang dapat bersikap adil (just people) adalah orang-orang pilihan (khiyar). Merekalah orang-orang (dan kelompok mereka) yang pantas disebut saksi (syahidan) dalam Islam.

 

UUD 1945 menjamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Amanat luhur ini menjadi tanggung jawab lembaga-lembaga negara yang terkait. Tetapi, masyarakat sipil Indonesia tidak boleh hanya diam menunggu kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh negara. Warga Negara Indonesia perlu turut menguji produk hukum itu dengan sungguh-sungguh. Jika ditemukan adanya aturan-aturan yang bersifat diskriminatif, maka janganlah ragu untuk menyuarakannya agar ada perbaikan. Aturan dasar bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Dengan sedikit penyesuaian, rumusan Pancasila dapat menjadi cermin sudah sejauh manakah gerak bangsa Indonesia dalam menuju cita-citanya yang paripurna. Indonesia hendak menjadi negara yang berketuhanan secara beradab demi persatuan bangsa yang seluruh rakyatnya merasa terwakili dan mendapat jaminan keadilan.

 

Uraian di atas menegaskan kembali peran agama. Agama (perhormatan kepada yang sakral) merupakan unsur penting untuk menciptakan masyarakat yang teratur. Agama juga berkontribusi membentuk etos hidup yang kuat. Tetapi, jika manusia tidak beragama dengan nalar, maka ada kemungkinan mereka akan hidup dalam gambaran keindahan surga dan masa bodoh terhadap dunia saat ini dan di sini. Selain itu, jika manusia kurang waspada atau cerdas beragama, peradaban agama-agama besar dapat memicu konflik.

 

Peluang itu besar karena agama-agama menciptakan ikatan emosional yang kuat dalam diri para pengikutnya.

 

Selengkapnya, Paparan dan Download Modul Moderasi Beragama (Profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI:

 


Link Download Modul Modul Moderasi Beragama (Profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI, Klik Disini.

 

Demikian Artikel Terbaru Terkait Modul Moderasi Beragama (Profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI, Semoga Ada Manfaatnya.

 

Jika artikel ini kurang jelas dan mungkin masih ada pertanyaan, anda bisa tanyakan pada kolom komentar yang tersedia di akhir postingan ini. Untuk dapat mengikuti berita terbaru dan mendapatkan notifikasi silahkan follow akun www.dapodik.co.id ini. Karena akan menyajikan berita terbaru dan terpopuler di dunia pendidikan, terima kasih.


Posting Komentar untuk "Modul Moderasi Beragama (profesional) PPG Dalam Jabatan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, Kementerian Agama RI"